CAHAYA HATI DAN KEHIDUPAN ITU BERNAMA ILMU, TERANGILAH HATI DAN KEHIDUPANMU DENGAN ILMU
Oleh: Abu Azzam Hawari, Lc., M.E.I.
Dendam memang laksana bara api yang menganga di dalam dada manusia. Tidaklah hati manusia tersulut api dendam, melainkan akan hidup dalam kepanasan dan ketidakharmonisan. Betapa banyak pertengkaran, persengketaan, tawuran bahkan pertumpahan darah disebabkan karena dendam. Lebih dari itu, tidak sedikit pula suatu kaum atau bangsa mengobarkan peperangan dengan bangsa lain karena dipicu dendam lama yang terus membara.
Itulah sifat dendam yang menodai hati manusia. Barangsiapa yang membiarkan sifat tumbuh dalam hatinya, maka ia akan menjadi insan yang jauh dari rahmat Alloh dan cinta manusia.
Terjerat Dendam Kesumat
Pembaca yang dirahmati Alloh …
Telah banyak berlalu kisah-kisah para pendendam yang membinasakan. Mereka adalah sosok yang memenuhi kehidupannya dengan api permusuhan yang tak berkesudahan. Berikut ini adalah sejarah para pendendam memberikan banyak pelajaran bagi siapa saja yang merenungkannya.
Iblis telah melakukan dosa yang beruntun. Setelah menolak sujud kepada Adam karena analoginya yang ngawur, iblis akhirnya dilaknat Alloh menjadi penghuni neraka. Akhirnya, iblis menaruh dendam kesumat kepada Adam dan keturunannya hingga hari kiamat. Alloh menjelaskan dosa Iblis dalam ayat berikut ini:
“Iblis berkata, “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan”. Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau termasuk yang diberi tangguh sampai kepada hari kiamat”. Iblis menjawab, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (QS. Shod: 75-83)
Inilah janji setia iblis sebelum turun ke bumi. Dendam kesumat ini menjerat iblis dan akhirnya menghalalkan segala cara untuk menyesatkan manusia. Iblis dan bala tentaranya tak kenal lelah dalam menyesatkan manusia. Beragam cara iblis lakukan untuk mengelincirkan manusia dari shirotol mustaqim.
Hanya satu golongan yang bisa lepas dari jerat dendam kesumat iblis. Orang-orang yang ikhlas, itulah yang akan sukses melewati jebakan-jebakan Iblis dan selamat hingga ke surga.Semoga kita termasuk golongan tersebut.
Semenjak kekalahan Musyrikin (orang-orang musyrik) di perang Badar, mereka bersikeras membalas dendam kepada kaum Muslimin. Tidak henti-hentinya mereka menghimpun kekuatan. Dengan, mengobarkan semangat dendam mereka menghasut dan menggalang dana untuk menghabisi kaum Muslimin. Akhirnya, mereka berhasil menghimpun sekitar tiga ribu pasukan siap tempur dengan bekal yang lengkap.
Sebelum peperangan dimulai, kobaran dendam telah menyala-nyala membakar semangat mereka. Bahkan, Hindun binti Utbah terjun langsung dalam peperangan untuk bersikeras membunuh Hamzah; paman Nabi , merobek dadanya, mengeluarkan hatinya kemudian mengunyah hati tersebut.
Pada awal peperangan kaum Muslimin mampu meluluhlantakkan kesombongan mereka, namun karena keteledoran pasukan pemanah, akhirnya kaum Muslimin mendapatkan serangan balik yang membuat mereka kewalahan. Dalam peperangan tersebut Alloh takdirkan orang-orang musyrik menang sehingga mereka semakin jumawa. Pada tahun-tahun setelahnya, dengan izin Alloh kaum Muslimin mampu mengalahkan kaum musyrikin dalam berbagai peperangan.
Dalam kisah tersebut dendam Hindun begitu membara. Ia rela terjun ke medan perang demi mengobarkan kaum musyrikin. Bahkan ia rela menjanjikan kemerdekaan Wahsyi ketika mampu membunuh Hamzah . Begitulah ketika hati terjerat dendam kesumat. Berbagai cara mereka lakukan demi memuaskan nafsu dendam di dalam hati. Betapa banyak, orang rela membunuh, menganiaya, menodai kehormatan wanita karena dendam di dalam dada. Semoga Alloh jauhkan kita dari sifat dendam yang tercela.
Inilah dendam kesumat yang masih membara hingga zaman ini. Semenjak kaum Muslimin menumbangkan negeri Persia penyembah api, Syiah berupaya membangun kembali kejayaan mereka. Beragam konspirasi mereka buat mulai dari mecoreng para sahabat nabi bahkan merencanakan pembunuhan mereka. Dendam mereka kepada Umar bin Khottob karena prestasinya dalam membuka negeri-negeri Persia menjadikan mereka bersikeras untuk menghabisinya. Akhirnya, mereka mengutus seorang budak yang mengaku muslim dan berhasil menikam Kholifah Umar bin Khottob saat solat Subuh berjamaah.
Dendam mereka kepada Aisyah menjadikan mereka melaknat Aisyah dan menuduhnya berzina. Bahkan, dendam mereka kepada kaum Muslimin, menjadikan mereka menghalkan darah ahlus sunnah dimanapun mereka berada. Sejarah telah mencatat dendam Syiah terhadap kaum Muslimin. Realita yang terjadi saat ini di berbagai negeri seperti Syiria, Iraq, Yaman, dan Bahrain menunjukkan bahwa api dendam masih terus berkobar dalam dada kaum Syiah.
Fakta tersebut memberikan kita pelajaran berharga bahwa dendam Syiah telah menjadi doktrin agama yang sangat kuat dalam aqidah mereka. Oleh karfena itu, waspadalah wahai umat Islam.
Indahnya Saling Memaafkan
Sekian lama Aus dan Khazroj terjerat dalam dendam kesumat. Mereka hidup dalam kecurigaan, percekcokan, pembunuhan, dan peperangan. Bunuh membunuh sudah biasa bagi mereka. Namun, setelah datangnya Islam jadilah mereka kaum yang saling memaafkan. Cahaya Islam yang dibawa Nabi Muhammad telah menyigi kegelapan hati mereka. Pada Akhirnya, mereka menjadi golongan Anshor yang diridhoi Alloh dan Rosul-Nya. Dendam Aus dan Khozroj sirna dengan cahaya Islam.
Ketika Mekah telah dibebaskan oleh sekitar sepuluh ribu pasukan tanpa perlawanan, banyak tokoh musyrik yang ketakutan. Nabi tidak menjadikan momen tersebut sebagai ajang balas, dendam karena sekian lama mereka diusir, disiksa bahkan sebagian keluarga mereka dibunuh. Dengan besar hati Nabi memaafkan Hindun dan Wahsyi yang menyadari kekhilafan mereka. Tak ada sedikitpun rasa dendam dalam hati Nabi . Padahal momen tersebut adalah momen paling tepat untuk menumpahkan dendam jika memang dibolehkan.
Abu Bakar pun lapang hati memaafkan sahabat Misthoh yang ikut terprofokasi orang munafik dalam menuduh Aisyah berzina. Padahal nafkahnya selama ini ditanggung oleh Abu Bakar . Namun kebesaran hati abu Bakar jauh melampaui rasa dendam yang mungkin muncul dalam hatinya.
Itulah indahnya pemilik hati sebening kaca dan selembut sutera. Mereka mampu melumat dendam kesumat dan hidup damai memaafkan orang lain. Meskipun mereka mampu untuk membalas dendam, namun mereka sadar bahwa kepuasan hati bukan dalam melampiaskan dendam. Namun, tatkala diri mampu rendah hati dan memaafkan orang lain. Di situlah seseorang menjadi pribadi yang tinggi di sisi ilahi. Pertanyannya, mampukah kita menjadi pemaaf seperti mereka? Kenapa untuk memaafkan orang lain terkadang harus menunggu lebaran untuk saling bermaaf-maafan? Semoga Alloh membersihkan hati kita dari noda dendam dan menjadikan hati kita luas laksana samudera. Wallahu a’lam.